PALU, TONAKODI– Regulasi yang berperspektif korban pelanggaran HAM, serta upaya pemberdayaan korban pelanggaran HAM, menjadi harapan dan suara yang didengungkan oleh para korban Pelanggaran HAM di Sulteng, terhadap sosok calon kepala daerah yang akan bertarung di pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak, 9 Desember 2020. Harapan ini salah satunya, didengungkan oleh penggiat HAM dari SKP-HAM Sulteng, Netty Kalengkongan, Selasa (20/10/2020)

Menurutnya, hal pertama yang harus dibangun oleh siapapun yang terpilih nantinya pada pilkada serentak nanti, adalah kepedulian terhadap nasib korban. Selain itu, mereka yang nantinya terpilih juga harus memahami psikologi korban pelanggaran HAM.

“Intinya yang namanya korban, kebanyakan itu tidak berdaya. Nah kalau korban sudah tidak berdaya, kemudian tidak ada lagi yang peduli, kemana lagi korban harus mengadu,” ujarnya.

Menurut Netty, seringkali korban pelanggaran HAM yang pada dasarnya sudah menjadi korban dari peristiwa pelanggaran HAM yang dialaminya, juga menjadi korban dari tidak adanya regulasi yang menjamin keberlangsungan hidup mereka, bagaimana mereka menghadapi stigma di masyarakat, hingga menghadapi trauma akibat peristiwa di masa lalu. Terkait hal ini kata dia, pemerintah harus punya perhatian yang serius, kepada korban pelanggaran HAM.

“Pendekatan kepada korban, berbeda dengan pendekatan ke masyarakat biasa, karena ada aspek trauma, aspek ketidakberdayaan akibat peristiwa masa lalu, yang melekat pada mereka. Ini butuh pendekatan khusus,” jelasnya.

Lewat perhatian tersebut nantinya kata Netty, dirinya berharap pemerintah yangmemahami perspektif HAM dan korban pelanggaran HAM, mampu melahirkan regulasi dan kebijakan yang mengangkat harkat dan martabat korban, sehingga kemudian mampu pulih dan berdaya di masyarakat.NURDIAN-JW RESPECT