TONAKODI.ID – Peningkatan kesadaran akan pentingnya energi terbarukan semakin mendorong perusahaan energi dan badan kelistrikan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek yang ramah lingkungan. Salah satu contohnya adalah proyek Poso Energy dengan kapasitas 515 megawatt (MW) yang dikerjasamakan antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PLN (Perusahaan Listrik Negara) dengan sumber daya energi baru terbarukan (EBT). Keberhasilan proyek ini menjadi bukti nyata dukungan PLN terhadap pengembangan energi hijau di Indonesia.

Proyek Poso Energy yang memiliki kapasitas sebesar 515 MW merupakan salah satu proyek terbesar dalam portofolio PLN dalam hal energi terbarukan. Proyek ini terletak di Poso, Sulawesi Tengah, suatu lokasi yang kaya akan potensi energi terbarukan, terutama tenaga air. Pilihan untuk mengembangkan pembangkit listrik berbasis EBT di Poso menunjukkan komitmen PLN untuk memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Dukungan PLN terhadap proyek ini terlihat dari investasi dalam pengembangan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung pengoperasian Poso Energy. Hal ini termasuk pembangunan saluran transmisi dan substansi listrik yang diperlukan untuk menghubungkan pembangkit listrik dengan jaringan kelistrikan nasional.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, memberikan apresiasi terhadap langkah PLN yang giat mengembangkan pembangkit EBT, terutama Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Ia menilai bahwa potensi pengembangan EBT di Indonesia masih sangat besar, khususnya dalam sektor PLTA dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro-Hidro (PLTMH), yang potensinya mencapai 95 gigawatt (GW). Dalam keterangannya yang diterima beberapa waktu lalu, Mamit menyatakan bahwa dukungan PLN menjadi faktor kunci untuk maksimalnya pemanfaatan potensi ini.

Mamit Setiawan menilai PLTA sebagai pilihan yang andal dari segi pasokan dan utilitas energi. Keunggulan PLTA termasuk daya tahan yang lebih lama, kemampuan menjadi pembangkit base load, dan mampu berfungsi sebagai peaker. Dia menjelaskan bahwa PLTA memiliki keunggulan dibandingkan dengan EBT lain seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang bersifat intermitten.

Dari perspektif penurunan emisi karbon, Mamit menilai bahwa PLTA merupakan pembangkit yang benar-benar zero emission karena tidak memerlukan backup sumber energi lain yang berasal dari fosil. Secara ekonomis, Mamit menyoroti bahwa meskipun investasi awalnya mungkin tinggi, namun dengan berkembangnya teknologi, biaya investasi untuk PLTA dapat semakin terjangkau.

Mamit Setiawan juga menekankan bahwa proyek PLTA memiliki dampak positif dalam hal konservasi sumber daya air dan memberikan manfaat beragam. Dia mencatat bahwa proyek PLTA diutamakan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

Sementara itu, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan bahwa PLTA Poso dengan kapasitas 515 MW, yang berada di Poso, Sulawesi Tengah, menjadi pembangkit EBT terbesar di Indonesia Timur. Proyek ini dibangun dan dioperasikan oleh PT Poso Energy, anak usaha Kalla Group. Dengan beroperasinya PLTA Poso dan PLTA Malea, bauran EBT di sistem kelistrikan Sulawesi meningkat menjadi 38,38 persen.

PLTA Poso, yang dimaksimalkan sebagai pembangkit peaker selama waktu beban puncak, telah terinterkoneksi dengan saluran transmisi 275 kV ke Provinsi Sulawesi Selatan dan tersambung dengan saluran transmisi 150 kV ke Kota Palu, Sulawesi Tengah. Operasional PLTA Poso Peaker menjadi krusial mengingat masuknya banyak industri smelter di Sulawesi Tengah yang membutuhkan pasokan listrik yang andal.

PLTA Poso, dengan kapasitas 515 MW, menggabungkan teknologi canggih melalui turbin air yang efisien untuk menghasilkan listrik bersih. Proyek ini bukan hanya menciptakan energi hijau tetapi juga meminimalkan dampak lingkungan. 

Manajer Bisnis PT Poso Energi, Dr. Eng Ismet Rahmad Kartono, mengungkapkan bahwa perusahaan telah berhasil menjalankan proyek-proyek energi bersih di Indonesia melalui Kalla Bukaka Hydropower.

Dalam rangka mendukung ketahanan energi Indonesia, PLTA Poso menjadi perwujudan visi PT Poso Energy. Dengan target penggunaan energi bersih yang dicanangkan oleh Presiden RI, PLTA Poso, dengan skema Build-Operate-Transfer (BOT), akan dimiliki oleh PLN setelah 30 tahun. Hal ini menunjukkan komitmen jangka panjang dalam menyediakan energi bersih.

PLTA Poso, dengan kapasitas 515 MW, telah berhasil menjalankan uji coba pada pertengahan Januari dan siap beroperasi secara komersial pada bulan Februari. Listrik yang dihasilkan oleh PLTA Poso diharapkan dapat mengatasi beban puncak listrik selama lima jam untuk wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Dengan daya listrik dari PLTA Poso, PLN berharap dapat memenuhi kebutuhan listrik selama beban puncak dan berkontribusi pada penggunaan energi bersih di wilayah tersebut. Edo Adrianto, Manajer PLN Unit Pelayanan Pengatur Beban (UP2B) Sistem Makassar, menyatakan bahwa hasil uji coba sistem memberikan harapan baru untuk mengatasi pertumbuhan beban di wilayah tersebut.

Selain memberikan manfaat listrik, PLTA Poso juga diharapkan dapat berkontribusi pada keberlanjutan ekosistem di sekitar pembangkit. Hal ini menjadi penting untuk memastikan produksi listrik yang berkelanjutan dan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan.

Secara keseluruhan, PLTA Poso menjadi salah satu proyek penting dalam upaya Indonesia untuk meningkatkan penggunaan energi bersih dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

M Syafri, Humas PT Poso Energy, menyampaikan bahwa PLTA Poso 515 MW berperan sebagai pembangkit listrik yang oleh PLN ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan puncak (peaker) dari pukul 17.00 hingga 23.00.

Selain itu, PLTA juga difungsikan untuk memenuhi kebutuhan dasar (base) di luar jam beban puncak. Saat ini, PLN menyerapi energi listrik dari PLTA Poso sesuai dengan kebutuhan, baik pada jam puncak maupun di luar jam tersebut, dengan regulasi yang sepenuhnya diatur oleh PLN dan bergantung pada ketersediaan infrastruktur PLN.

Syafri menjelaskan bahwa jumlah energi listrik yang diserap dari Poso Energy sepenuhnya tergantung pada kebijakan PLN. Poso Energy berperan sebagai penyedia energi listrik, sementara PLN bertanggung jawab mengatur penyerapan energi ke dalam seluruh sistem kelistrikan, termasuk arah Selawesi Tengah, barat, dan selatan, termasuk untuk tahun tahun 2024.

Energi listrik yang disalurkan setiap tahunnya adalah berdasarkan nilai ECE (exclussive commited energy) yang telah disepakati oleh Poso Energy dan PLN. Untuk tahun 2024, harapan Poso Energy semua energi bisa diserap oleh PLN, namun semuanya kembali kepada permintaan kebutuhan masyarakat yang mana hal itu diatur oleh pihak PLN.(Katini Nainggolan)