LUAR biasa! Decak kagum dan merasa bangga. Di Sulawesi Tengah (Sulteng) terdapat suatu kawasan industri raksasa. Kawasan industri yang sangat dikenal di luar negeri.
Kawasan PT Indonesia Morowali Indiustrial Park (IMIP) seluas 2.700 hektare itu terletak di Desa Fatufia, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulteng. Di dalam kawasan itu terdapat 54 perusahaan yang aktif berproduksi 24 jam.
Tidak heran, bangunan-bangunan besar dan menjulang tinggi memenuhi kawasan itu. Bangunan-bangun itu adalah pabrik perusahaan-perusahaan yang kebanyakan dari Cina. Karenanya, tampak banyak tenaga kerja dari negara itu berbaur dengan tenaga kerja lokal.
Itulah kesan yang paling dalam belasan wartawan dari Palu, Poso, dan Banggai, yang pertama kalinya berkesempatan jalan-jalan di kawasan IMIP. Lewat kegiatan Media Tour PT IMIP bertema Kreativitas Menuju Penyampaian Informasi yang Terintegrasi, selama dua hari para wartawan mengunjungi beberapa tenant yang ada di kawasan itu, Kamis sampai Jumat (7-8/3/2024).
Berada di dalam kawasan IMIP, barulah terbongkar anggapan yang salah selama ini. IMIP bukanlah perusahaan yang bergerak di bidang tambang yang mengeruk alam. Tetapi IMIP adalah kawasan industri yang mengolah logam.
“Iya, kami bukan kawasan tambang yang dikira merusak lingkungan. IMIP mengolah material logam menjadi berbagai komoditi,” kata Direktur Operasional PT IMIP, Irsan Widjaya kepada wartawan.
Dijelaskan, berbagai macam material, seperti Nickel Pig Iron (NPI), Carbon Steel, Stainless Steel Slab, Steel HRC, dan lainnya. Lalu proses transformasi material logam tersebut, termasuk proses cold roll coil, mengubah warna baja dari hitam menjadi putih.
Kemudian, produk baja yang dihasilkan sebelum diangkut ke pelabuhan untuk diekspor ke berbagai negara, termasuk China, berada dalam kondisi gulungan.
Rombongan wartawan diajak ke PT Huayue Nickel Cobalt (HYNC). Perusahaan ini fokus pada pembuatan bahan baku baterai listrik. HYNC menjadi bukti nyata bahwa industri di IMIP turut berkontribusi dalam pengembangan teknologi hijau.
Sementara Kepala Divisi Media Relations PT IMIP, Dedy Kurniawan menjelaskan, kawasan industri ini mengelola berbagai industri terkait nikel, yang terintegrasi dengan produk utama berupa nikel, stainless steel, dan carbon steel.
“Jadi, PT IMIP ini bukan perusahaan tambang, tapi industri. Bahan bakunya kami beli dari perusahaan lain kemudian diolah di sini,” katanya.
Dijelaskan, kerja sama antara Bintang Delapan Group dari Indonesia dengan Tsingshan Steel Group dari China menjadi dasar pembangunan industri di IMIP, yang mendukung berbagai sektor industri dari pembangkit listrik hingga pelabuhan dan bandara.
PT IMIP mulai beroperasi pada tahun 2013 dan diresmikan oleh Menteri Perindustrian Saleh Husin pada tahun 2024. Transformasi industri terus berlanjut dengan peresmian smelter nikel pertama oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2016, dan pencapaian lainnya seperti produksi baja karbon, cold rolled coil, hingga bahan baku baterai yang berkelanjutan.
Dengan perluasan kawasan industri dan terobosan teknologi, IMIP membuktikan bahwa pembangunan industri dapat berlangsung seiring dengan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan.
Perkenalan di Wisma
Rombongan wartawan diinapkan di Tsingshan Wisma IMIP. Ini adalah hotel sekelas bintang lima yang diperuntukan tamu tertentu dan investor. Malam harinya di tempat inilah wartawan berkenalan dan berbincang dengan Direktur Komunikasi PT IMIP, Emilia Bassar bersama Direktur Operasional, Irsan Widjaya, Direktur CSR dan Environmental, Dermawati bersama jajarannya.
Emilia Bassar menjelaskan, pabrik-pabrik di kawasan IMIP sudah terintegrasi dan membentuk rantai produksi terutama ore nickel, nickel pig iron (NPI), stainless steel serta produksi bahan baku baterai kendaraan listrik.
“Pabrik-pabrik yang ada di kawasan IMIP ini sudah terintegrasi dan membentuk rantai produksi mulai dari ore nickel, NPI dan juga stainless steel hingga menjadi bahan baku baterai,” kata Emilia.
Dijelaskan, hilirisasi sektor tambang dan proses daur ulang berperan penting bagi kelangsungan sumber daya alam di Indonesia. Namun pengolahan harus terus dilakukan dengan turut mengutamakan keselamatan para pekerja sehingga baik pekerja maupun output industri yang ada bisa memberi nilai tambah dengan maksimal dari Morowali.
Hilirisasi industri pertambangan dengan komoditas seperti nikel, bauksit, dan tembaga belakangan ini gencar dilakaukan, karena dinilai bisa memberikan nilai tambah dan meningkatkan ekonomi dalam negeri.
Dukungan kawasan industri Morowali dalam program hilirisasi pemerintah sudah sangat jelas. Sebagai kawasan yang menjadi bagian hilir dari industri nikel berskala besar di Indonesia, IMIP melakukan operasi pertambangan melalui pabrik smelter yang dimilikinya di Bahodopi.
Pembangunan kawasan industri IMIP dimulai sejak 2013 dan rampung serta mulai beroperasi sejak 2015. Pada 2019, Presiden Joko Widodo menetapkan IMIP sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Obyek Vital Nasional (OVN).
Luasan kawasan yang akan terus dikembangkan hingga mencapai 6.000 hektar dan menampung sebanyak 54 pabrik perusahaan yang beroperasi. Saat ini, kawasan industri IMIP telah mampu menampung sebanyak 80.000 tenaga kerja.
Menurut Emilia, berbagai fasilitas terus dibangun untuk menunjang kemudahan operasi pabrik dan meningkatkan berbagai infrastruktur lainnya demi kelancaran operasi produksi sehingga dapat hemat dan ekonomis untuk jangka panjang.
“Kami juga melayani dan memfasilitasi transportasi udara, darat dan juga laut. Kami juga punya Jeti (Pelabuhan), Bandara IMIP, dan juga kami memfasilitasi jalan-jalan yang ada di kawasan industri IMIP ini,” katanya.
Dia juga menjelaskan, selain itu ada klinik serta fasilitas lainnya yang diberikan untuk melayani para tenan yang ada di kawasan industri ini. Kawasan industri ini juga menjadi pembuka pintu bagi kehadiran fasilitas hilirisasi nikel di sudut-sudut lain Morowali, termasuk pengolahan nikel sebagai bahan baku baterai electric vehicle (EV).
Kemudian, Emilia juga memaparkan, pentingnya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dalam bekerja sehingga para pekerja dapat mengerti dan memahami risiko yang akan dihadapi.
“Yang pertama sudah pasti kami punya SOP K3, kemudian kami juga menerapkan SMK3, (Sistem Manajemen K3), yang lainnya tentu kami juga mempunyai pelatihan-pelatihan untuk keselamatan para pekerja. Lalu melakukan identifikasi apakah pekerja itu memahami risiko yang akan mereka hadapi dan bagaimana mereka melakukan langkah-langkah berikutnya,” paparnya.
Dia juga memaparkan, IMIP juga melakukan audit dan inspeksi secara rutin terhadap penerapan SMK3 yang sesuai dengan regulasi yang berlaku di Indonesia.
Selain menarik investor, kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di kawasan industri Morowali mengalami perubahan yang signifikan sekaligus menjadi magnet bagi pendatang lokal hingga asing. Di sini mereka mengadu nasib yang berdampak langsung pada ekonomi di Morowali, menjadi bergeliat dan sukses mengubah wajah Bahodopi secara drastis.
IMIP juga membangun Politeknik Industri Logam Morowali untuk menyiapkan tenaga kerja yang terdidik dan mencetak lulusan terampil untuk kebutuhan industri. Diharapkan dapat memberdayakan masyarakat lokal, agar memiliki kompetensi sesuai kebutuhan perusahaan-perusahaan yang berada di dalam kawasan industri Morowali.***