PALU – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Tengah mencatat sedikitnya 1.028 kepala keluarga (KK) di Desa Labean, Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala terdampak bencana gempa bumi. Gempa bumi magnitudo 6,3 terjadi di daerah itu pada Sabtu (9/9/2023) malam.

“Sebanyak 1.028 KK atau 3.780 jiwa di Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala terdampak gempa bumi,” kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Provinsi Sulteng Andy A. Sembiring, Minggu (10/9/2023).

Ia menjelaskan, berdasarkan laporan sementara, sebanyak 98 KK atau 323 jiwa memilih untuk mengungsi, baik mendirikan tenda pengungsian mandiri maupun ke titik pengungsian. Warga di daerah itu masih waspada terhadap gempa bumi susulan.

Ia mengatakan, warga yang mengungsi di enam titik pengungsian. Di antaranya terdapat 16 bayi, 30 balita, 40 warga lanjut usia (lansia), 68 anak-anak, satu orang ibu hamil, dua disabilitas, dan dua orang sakit. 

“Saat ini warga membutuhkan kebutuhan logistik, terpal, kelambu, dan pakaian anak,” katanya.

Andi Sembiring mengatakan, Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Sulteng bersama dengan aparat setempat masih melakukan asesmen dan membantu warga di lokasi terdampak bencana. “Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini, namun apakah terdapat rumah terdampak atau rusak, saat ini kami masih dalam proses pendataan,” ujarnya.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis gempa bumi berkekuatan Magnitudo 6,3 mengguncang wilayah Donggala, Sulawesi Tengah. Pusat gempa tepatnya berlokasi di laut pada jarak 49 kilometer Barat Laut Donggala di kedalaman 20 kilometer, tidak berpotensi tsunami pada pukul 22.43 Wita, Sabtu (9/9/2023).

Instruksi Gubernur

Gubernur Sulteng, Rusdi Mastura menginstruksikan kepada BPBD untuk meninjau langsung lokasi titik gempa di Kabupaten Donggala itu.

“Kami mendapatkan instruksi langsung dari Bapak Gubernur untuk meninjau langsung lokasi titik gempa,” kata Andy A. Sembiring.

Dikatakan, Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Sulteng telah menuju titik lokasi gempa bumi di Kecamatan Balaesang dan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala untuk melakukan asesmen lapangan.

“Tim sementara bergerak ke lokasi untuk melakukan pengkajian situasi dan kebutuhan,” katanya.

Dia mengimbau masyarakat tidak terpengaruh dengan isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Warga diminta untuk sementara hindari bangunan retak atau rusak akibat dampak gempa.

Langkah mitigasi gempa bumi lain yang bisa dijalankan, kata dia, menyiapkan rencana penyelamatan diri apabila terjadi gempa bumi. Selain itu juga memahami langkah-langkah yang mesti dilakukan saat terjadi gempa bumi, serta menyiapkan alat pemadam kebakaran, alat keselamatan standar, obat-obatan.

Selanjutnya, memastikan bangunan rumah tahan gempa. Terakhir memperhatikan daerah-daerah yang dinilai rawan mengalami gempa bumi.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga mengimbau warga Sulteng tetap tenang pascagempa magnitudo 6,3. 

“Tetap tenang, jangan terpancing dengan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” kata Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Kelas I Palu Hendrik Leopatty.

Ia meminta warga selalu memperbarui informasi yang dirilis BMKG melalui berbagai kanal. Hal ini dimaksudkan supaya warga tidak mudah terprovokasi dengan informasi yang sengaja di buat oleh oknum tertentu dengan tujuan membuat kepanikan.

BMKG juga mengimbau warga tetap waspada terhadap gempa susulan. Namun jangan sampai panik berlebihan karena hal seperti itu dapat memperburuk keadaan.

“Untuk sementara hindari bangunan retak atau rusak akibat gempa. Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal cukup tahan guncangan, ataupun tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang membahayakan kestabilan bangunan sebelum kembali ke dalam rumah,” tuturnya.

Episenter dan kedalaman hiposenter gempa yang terjadi, merupakan jenis gempa dangkal akibat adanya aktivitas sesar Palu Koro, hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa memiliki mekanisme pergerakan geser (strike-slip).

Gempa dirasakan di Donggala dengan skala intensitas V-VI MMI atau getaran dirasakan semua penduduk, kemudian Kota Palu dengan skala intensitas IV MMI, Poso, Sigi, dan Tolitoli juga di rasakan dengan skala intensitas III MMI.

“Gempa juga dirasakan di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo dan Samarinda, Kalimantan Timur dengan skala intensitas II-III MMI atau getaran dirasakan nyata dalam rumah, kemudian Kota Gorontalo juga dirasakan dengan skala intensitas II MMI atau getaran dirasakan oleh sejumlah orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang,” ucap Hendrik.ANS