PALU, TONAKODI – Industri kelapa sawit di Indonesia telah menjadi salah satu pilar utama dalam perekonomian negara ini. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, industri ini telah menjadi sasaran kampanye negatif yang dilakukan oleh beberapa pihak, terutama dari negara-negara Barat. 

Ketua Bidang Advokasi & Hukum GAPKI, Muchtar Tanong, mengungkapkan hal ini saat memberikan materi tentang implikasi legalitas dan dampaknya pada tatanan sosial saat workshop wartawan GAPKI Sulawesi 2023 dengan tema “Konflik Agraria dan Implikasi Hukum Indonesia”, yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Tengah (Sulteng) dan GAPKI Sulawesi,  Jumat (20/10/2023) disalah satu hotel di Kota Palu.

Menurutnya, kampanye negatif terhadap industri kelapa sawit seringkali mencakup isu-isu seperti deforestasi, kerusakan lingkungan, hak asasi manusia, kesehatan, dan dampak sosial ekonom di masyarakat.

Muchtar menjelaskan bahwa, industri kelapa sawit  memberikan dampak positif bagi masyarakat, sesuai fungsi perkebunan berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 39 tahun 2014 pasal (4). 

Pertama lanjut dia, Fungsi ekonomi, perkebunan kelapa sawit meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, memberikan pekerjaan bagi jutaan orang di Indonesia, serta memperkuat struktur ekonomi wilayah dan nasional.

Kedua, Fungsi Ekologi yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerapan karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung karena secara alamiah lahan gambut menghasilkan emisi CO2 dan CH4 dari proses dekomposisi bahan organik dań respirasi microorgani, sementara perkebunan kelapa sawit adalah penyerap CO2, dan penghasil energi terbarukan tertinggi dan termurah. Ketiga, fungsi sosial budaya sebagai perekat dan pemersatu bangsa.

Menurut Muchtar, kampanye negatif terhadap industri kelapa sawit seringkali tidak mempertimbangkan dampak positif yang telah dihasilkan oleh industri ini.

Senada dengen itu, Ketua PWI Sulteng, Tri Putra Toana mengungkapkan bahwa industri kelapa sawit di Indonesia dalam perkembangannya sedang mengalami diskriminasi di Uni Eropa dengan UU anti deforestasi. 

Ia menekankan bahwa UU tersebut sejatinya adalah upaya proteksionis yang bertujuan mengurangi persaingan minyak nabati dari produk Eropa, yang bisa membuat kelapa sawit Indonesia sulit masuk ke pasar Uni Eropa. Ini dapat berdampak negatif pada sekitar 20 juta orang yang bergantung pada industri kelapa sawit.

“PWI Sulteng mencoba bersinergi dengan GAPKI Sulawesi untuk meningkatkan kemampuan dan wawasan wartawan sebagai peserta kegiatan workshop, agar bisa memberikan pandangan Kepala pemangku kepentingan,” ujarnya.***

Perizinan yang Terpusat

Selain itu, dalam acara yang sama, Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Veteran Jakarta, Hotman Sitorus, menyoroti pentingnya pemahaman terkait izin lokasi industri kelapa sawit. Ia menjelaskan bahwa izin lokasi perkebunan kelapa sawit di atas tanah masyarakat yang telah bersertifikat bukan hak perusahaan, kecuali ada peralihan hak dengan pemberian ganti untung kepada masyarakat.

Ia menekankan bahwa selama belum ada ganti untung yang diberikan, tanah tersebut tetap dimiliki oleh masyarakat.

Hotman menambahkan bahwa, pemerintah daerah yang mengeluarkan izin lokasi bertanggung jawab untuk melakukan pemantauan dalam proses peralihan. Jika sudah melakukan pembebasan melalui ganti untung 50 persen, maka bisa diperpanjang.

“Selama belum ada ganti untung, maka lahan bersertifikat masih hak rakyat,” ujarnya.

Dalam upaya untuk memastikan bahwa izin lokasi diberikan sesuai dengan aturan yang berlaku, Muchtar Tanong, Ketua Bidang Advokasi dan Hukum GAPKI Sulawesi, menyarankan agar pemerintah daerah mengkaji kembali izin-izin dan memeriksa apakah izin tersebut sesuai dengan syarat-syarat yang ada.

“Seharusnya Kalau ada sertifikat saat mengeluarkan izin lokasi, Pemda harus mengkaji kembali,” ujarnya. 

Ketua GAPKI Sulawesi, Doni Yoga Perdana, dalam sambutannya mengatakan, regulasi terbaru dari industri kelapa sawit menekankan pada sistem informasi perizinan perkebunan yang terpusat. Khusus untuk anggota GAPKI di Sulteng, keseluruhannya sudah menyelesaikan pengisian regulasi tersebut. 

“Ini langkah awal yang baik untuk fundamental untuk industri kelapa sawit yang berkelanjutan,” katanya.(kartini)